Jumat, 01 Maret 2013

sahabat nabi saling berbunuhan


Shahabat Nabi Saling Berbunuhan: Bagaimana Posisi Kita?

Dian_cahyadi – Selasa, 26 Zulhijjah 1427 H / 16 Januari 2007 06:50 WIB
Assalamu’alaikum Waraohmatullohi Wabarokatuh
Ana mau bertanya…
Peristiwa Perpecahan Umat Islam yang dimulai pada masa kekhalifahan Ali Bin Abi Thallib Ra. Dan masa kekhalifahan setelahnya merupakan sesuatu yang sangat disayangkan…
Ana paham bahwa kita sebagai muslim tidak sepatutnya mencap buruk kepada para salafus sholeh tersebut… Karena mereka (para sahabat terutama) sudah dijamin Alloh dengan ridho-Nya.
Namun, bukan untuk mencari siapa yang benar dan menyalahkan yang lain, ana ingin diberi penjelasan tentang hal apa yang membuat "mereka" samapai seperti itu (terutama saat perang jamal" antara Sahabat Ali Ra. Dengan Ibunda Aisyah rah dan Sahabat Muawiyah Ra.
Apa saja pertimbangan dari masing-masing pihak sehingga mereka sampai memutuskan untuk perang melawan sesama muslim.
Di luar mana yang benar dan yang salah, ana ingin ustadz menjelaskan mengapa mereka sampai memutuskan begitu, dari kedua sisi… Mengapa ada peristiwa yang menimpa husein Ra. Dan serentetan peristiwa lainnya yang sangat banyak.
Apakah semua itu ada kaitannya dengan kemunculan Syi’ah
Harap Ustadz mau menjawabnya dan ana juga ingin tau di mana ana bisa mencari jawaban lebih rincinya…
Jazakalloh… Assalamualaikum
[Harap jawaban juga dikirimkan ke e-mail saya]
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
Barangkali kami tidak akan menjelaskan duduk persoalan yang anda tanyakan, karena ada hal yang justru lebih penting lagi untuk kita ketahui bersama, terkait dengan masalah ini. Yaitu tentang keshahihan sejarah yang kita anggap sebagai sejarah Islam. Benarkah memang ada cerita seperti itu? Sejauhmana kedudukan sejarah itu dibandingkan dengan standar keshahihan suatu hadits?
Jawabannya memang masih belum jelas, sama tidak jelasnya dengan kerumitan sejarah Islam itu sendiri. Tetapi yang perlu kita ketahui adalah bahwa para shahabat nabi itu adalah orang-orang yang telah diridhai Allah SWT, bahkan hal itu ditegaskan secara eksplisit di dalam Al-Quran.
Juga perlu dipahami bahwa para shahabat nabi adalah orang-orang yang langsung dibinalewat tangan Rasulullah SAW, sehingga melecehkan para shahabat sama saja artinya dengan melecehkan Rasulullah SAW.
Dan yang paling penting, kalau kita sampai menyatakan bahwa para shahabat itu jelek karena saling berbunuhan antar sesama mereka, maka kita sebenarnya sudah membunuh agama Islam itu sendiri. Mengapa? Karena kita tidak kenal Islam kecuali lewat tangan para shahabat nabi. Kalau kita sudah mendeskreditkan satu di antara para shahahabat, lalu akan ada saudara kita yang akan membalas mendiskreditkan shahabat yang lainnya. Dan akhirnya semua shahabat pun akan kebagian penilaian negatif dari kita. Dan selesailah agama Islam.
Keshahihan Sejarah Islam: sebuah pe-er besar
Dibandingkan dengan periwayatan hadits, apa yang kita pahami sebagai ‘sejarah Islam’ sebenarnya sangat dhaif dari segi keshahihannya. Kalau dalam dunia hadits, para ulama telah berhasil mengukir sejarah dengan tinta emas dalam hal keberhasilan mereka membuat sistem kritik hadits, maka dalam dunia sejarah, kritik itu tidak pernah terjadi.
Dalam dunia hadits kita mengenal Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam At-Tirmizy dan lainnya yang terkenal dengan ketekunan mereka dalam menyeleksi keshahihan suatu hadits, hingga ilmu naqd (kritik) hadits menjadi sebuah fenomena satu-satunya di dunia Islam, bahkan di dunia ilmu pengetahuan.
Misalnya Al-Bukhari, beliau telah menghabiskan umurnya untuk menelusuri satu persatu tiap riwayat hadits yang didapatnya. Konon dari 50 ribuan hadits yang ditelitinya, hanya 5 ribuan saja yang masuk ke dalam kitab Shahihnya. Itu pun dengan pengulangan-pengulangan. Kalau tidak diulang-ulang, ada yang menghitung bahwa jumlahnya hanya sekitar 2000-an saja.
Padahal jumlah hadits ada jutaan riwayat. Setelah diperas dan diperas dengan sejumlah kriteria yang ‘teramat’ ketat, tingga 2000-an saja.
Ini menunjukkan bahwa tidak semua riwayat yang kita dapat dari nabi SAW bisa kita terima begitu saja. Harus ada sistem yang baku dan standar untuk menyeleksinya. Itu pun baru sebatas kritik pada sanadnya, belum pada matan (teks)-nya.
Bagaimana dengan sejarah Islam? 
Adakah sistem kritik sanad periwayatan sebagaimana hadits nabi SAW? Jawabnya, unfortunetly, kita belum punya.
Di dalam ilmu sejarah Islam, boleh dibilang nyaris sama sekali kita tidak punya sistem yang baku untuk mengkritisi riwayat-riwayat sejarah umat Islam. Semua riwayat sejarah itu datang begitu saja, ditulis oleh siapa saja, dikarang dan direkayasa oleh kalangan mana saja, termasuk oleh orang-orang kafir yang memusuhi Islam. Yang terakhir ini justru lebih mendominasi, sayangnya.
Kalau kita baca ‘sejarah umat Islam’ hari ini, terutama yang diajarkan di sekolah dan kampus Islam, boleh dibilang nyaris semuanya ditulis oleh orang kafir. Kalau pun penulisnya muslim, tapi rujukannya tetap dari penulis sejarah yang kafir. Kalau pun ada buku sejarah karya umat Islam, maka sejarawan muslim itu tetap tidak bisa lepas dari penelitian dan kabar orang kafir.
Kita Membaca Sejarah Diri Sendiri Lewat Tulisan Musuh-musuh kita
Bayangkan, kita membaca sejarah diri sendiri lewat tulisan musuh-musuh kita. Seolah antara kita dan sejarah kita sendiri ada dinding tebal yang tak tembus apapun. Sehingga hanya lewat tulisan musuh-musuh kita saja lah kita baru kenal sejarah kita sendiri.
Contoh Pertama: Masuknya Islam ke Nusantara
Bukankah sejarah masuknya agama Islam di Indonesia yang katanya baru terjadi pada abad ke-13, hanyalah karangan Dr. Snouck Hurgronje? Padahal kalau dikritisi lebih jauh, ternyata Hurgonje sangat jauh meleset dari asumsinya itu.
Dan hari ini terbukti, seorang putera umat Islam, telah berhasil merontokkan sejarah versi orang kafir yang terlanjur resmi jadi kurukulum nasional itu. Adalah Prof. Dr. Buya Hamka yang dengan sangat valid berhasil menegaskan bahwa agama Islam tiba di negeri ini bukan di abad ke-13, melainkan di abad ke-7. Yakni masih di zaman para shahabat nabi SAW. Bahkan beliau memastikan bahwa salah seorang shahabat nabi, yaitu Yazid bin Mu’awiyah telah menginjakkan kaki di Nusantara ini.
Tetapi versi sejarah Islam yang resmi di kurikulum formal tetap saja versi orang kafir yang telah menjajah negeri ini. Rupanya para pembuat kurikulum sejarah lebih percaya pada hadits riwayat Hurgronje dari pada riwayat Hamka.
Contoh Kedua: Sejarah Umat Islam Bagaikan Cerita Silat
Lebih jauh lagi, buku-buku sejarah Islam itu tidak lebih dari cerita silat yang isinya hanya darah, pembunuhan, air mata, dendam kesumat dan turun temurun, perebutan tahta kekuasaan. Tidak lebih kotor dari cerita tentang pembantaian biadab model Hitler, Musolini, Lenin dan Stalin.
Kalau ada seorang non muslim yang baca versi sejarah yang sekarang dianggap sebagai sejarah Islam, 99% mereka akan punya gambaran bahwa umat Islam tidak lebih dari cerita silat. Dari stu dinasti ke dinasti yang lain. Para pendekar saling berbunuhan, saling dendam antar keturunan, saling tikam, saling mengkhianati, saling tebas leher, teman jadi lawan dan lawan jadi teman.
Semua isi cerita dari awal sampai akhir, sangat berbeda dengan isi Quran dan sunnah. Bagaimana mungkin sebuah umat yang dibina langsung oleh nabi, hidup di bawah naungan Quran dan sunnah, punya warisan intelektual yang sedemikan kaya, kok tidak beda dengan cerita Shaolin?
Sekarang pertanyaannya adalah: siapakah yang telah menulis semua itu? Dari mana cerita-cerita tentang pertumpahan darah itu berasal? Siapa yang meriwayatkannya? Sejauh mana validitas dan keshahihannya?
Jawabnya adalah semua itu datang dari para ahli sejarah. Tentang validitasnya? Kebanyakn orang tidak peduli, fasik atau tidak, tsiqah atau tidak, dha’if atau tidak. Jangankan hal itu, bahwa agamanya pun ternyata bukan Islam.
Apa agama mereka? Non muslim, yahudi atau nasrani. Kalau pun ada orang Islam yang jadi ahli sejarah, guru mereka adalah non muslim yang kerjanya memang memusuhi Islam.
Inilah kenyataan pahit yang harus kita telan, setiap kita bicara tentang sejarah umat Islam. Wajar kalau Dr. Muhammad Qutub, adik kandung Sayyid Qutub, pernah menyatakan bahwa kita harus menulis ulang sejarah Islam. Sebab yang diklaim sebagai sejarah Islam pada hari ini sebenarnya bukan sejarah Islam, melainkan sekedar cara pandang musuh-musuh Islam terhadap sejarah Islam.
Sedangkan sejarah Islam sendiri sebagai sebuah realitas, tidak pernah terbukti validitasnya. Kalau disandingkan dengan keshahihan hadits Bukhari, maka semua sejarah itu tidak lebih dari sekedar hadits-hadits dha’if, bahkan maudhu’ (palsu).
Karena tidak pernah ada serangkaian tes, juga tanpa sistem kritik yang baku dan ketat, tanpa proses penelitian atas kepribadian para pembawa riawayatnya.
Sejarah Islam Versi Non Muslim = Israiliyat
Maka yang sering disebut dengan ‘sejarah Islam’ sekarang ini, secara hukum tidak jauh kedudukannya dari cerita israiliyat belaka. Di mana kita bisa saja menerima hal itu tapi bisa saja menolaknya mentah-mentah.
Mengapa demikian?
Karena yang menyampaikan kepada kita tidak lain adalah sama-sama Bani Israil juga. Cerita-cerita bohong tentang nabi-nabi terdahulu disampaikan oleh bani Israil tanpa kepastian kebenarannya. Maka cerita-cerita tentang ‘sejarah umat Islam’ yang sekarang ini kita baca, tidak lebih baik shahih dari kisah Israiliyat juga. Karena diriwayatkan oleh mereka, yaitu non muslim dari Bani Israil (Yahudi dan Nasrani).
Sudah Adakah Rintisan Ke Arah Sana?
Mengingat musuh-musuh Islam sangat memanfaatkan kelemahan di bidang ini. Dan ribuan judul buku dan makalah telah mereka keluarkan untuk menohok umat Islam, maka sudah ada sebagian dari ulama yang mulai menulis kajian ini secara lebih kritis.
Meskipun belum sampai menjadi sebuah sistem kritik yang baku seperti dalam ilmu kritik hadits.
Kita mengenal kitab Al-’Awashim minal Qawashim, karya Al-Qadhi Abu Bakar Al-Arabi yang lumayan bisa dijadikan rujukan untuk meluruskan sejarah Islam. Versi arabnya bisa anda download di sini. http://www.saaid.net/book/16.zip
Juga ada beberapa kitab lainnya yang berupaya mengkritisi dengan versi umat Islam, misalnya kitabDimaa’ ‘alaa qamishi Utsman bin Affan (darah di kemeja Utsman bin Affan), karya Dr. Ibrahim Abdul Fattah Al-Mutanawi. Beliau juga menulis kitab Tha’natun fii Qalbi Ali bin Thalib (Tikaman di jantung Ali bin Abi Thalib).
Buku lainnya yang menarik untuk anda baca adalah Shubuhat wa abathil ‘an Mu’awiyah (Isu dan tuduhan seputar Muawiyah) karya Abu Abdullah Az-Zahabi. Beliau juga menulis kitab lain yang tidak kalah hebatnya, yaitu Abathil allati tumha minat-tarikh (kekeliruan yang harus dihapus dari sejarah). Juga ada kitab lain yang jangan sampai ditinggalkan, misalnya kitab Istisyhadu Al-Husain: Dirasat Naqdiyah Tahliliyah (Syahidnya Al-Husein: Studi kritis dan pemecahan).
Yang sudah dalam terjemahan adalah karya Prof DR. Muhammad Amhazun. Beliau menulis berdasarkan riwayat dari Imam At-Thabari dan para muhaditsin yang lainnya. Buku tersebut telah diterjemahkan oleh Dr. Daud Rasyid MA dengan judul “FITNAH KUBRO (Tragedi Pada Masa Sahabat) Klarifikasi Sikap serta Analisa Historis Dalam Perspektif Ahli Hadits dan Imam Al-Thabary”. Penerbitnya adalah LP2SI Al-Haramain, Jakarta.
Semoga Allah melahirkan dari umat muslimin di abad ini orang-orang yang akan memperbaharui penulisan sejarahnya, agar kelemahan umat yang satu ini bisa ditambal. Amien
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar