Kami teringat hampir 2 tahun lalu ketika tuduhan korupsi pada proyek Hambalang ditimpakan kepada anas urbaningrum. Gencar sekali media2
gencarnya fitnah media dikomando oleh Nazar, Ruhut, Ignatius mulyono cs dan dibantu oleh tim elang hitam rizal malarangeng cs & Tempo
Saking gencarnya, kami curiga bhw semua fitnah ini adalah konspirasi nazar - cikeas - elang hitam - klmpok sosialis utk tujuan tertentu
Langkah pertama utk memastikan apa dibalik gencarnya fitnah ini, kami cari info di DPR. Dari teman2 DPR di kom X kami kumpulkan informasi
Setelah itu, kami datangi kemenpora dan himpun semua fakta2 terkait korupsi Hambalang, cari apa yg sebenarnya yg direncanakan Andi M cs
Setelah itu kami temui secara khusus ketua komisi III di ruang kerjanya. Saat itu gede pasek sedang pimpin raker dgn jaksa agung
Kami sabar menunggu ketua komisi III yg sdg raker sampai selesai dan beliau lgsg temui kami di ruangannya. Kami mulai minta penjelasannya
Sekitar 2 jam lamanya ketua komisi III menjelaskan duduk persoalan dan kronologis korupsi Hambalang. Dia beberkan scra jernih dan jelas
Selesai dgn ketua kom III DPR, kami lalu ke Kab Bogor dan BPN. Dari penyelidkan kami tsb sdh didapat kesimpulan sementara ttg Hambalang
Namun, kami belum 100% yakin. Lalu kami kirim utusan ke rumah anas utk tanyakan langsung ttg tuduhan2 korupsi thdp dirinya
Utusan kami bertemu anas dan dpt jawaban tegas dari anas : saya tdk korupsi sesen pun di hambalang. Semua hnya fitnah SBY & kroni2nya
Anas menambahkan, dia senang sekali jika KPK usut korupsi Hambalang karena hampir semua pelakunya terkait erat dgn SBY dan Cikeas
Ketika ditanya kenapa anas tdk klarifikasi ke media sesuai dgn apa yang dia jelaskan kepada utusan kami, anas jwb bhw dia sdh jelaskan
Namun ditengah tsunami berita fitnah yang menggiring opini sesat dan zalim terhadap dirinya, semua klarifikasi anas tdk pernah didengar
Bahkan ratusan kali wawancara, press release, tanggapan, dsj yang anas lakukan selalu dipelintir, dicomot keliru, diputarbalikan dst
Bgtu hebatnya serangan media yang membentuk opini sesat ttg anas, membuat anas lebih mengambil sikap diam. Percuma melawan media bayaran
Tdk bnyak yg percaya ketika kami ungkapkan fakta bhw biaya utk menciptakan opini sesat thdp anas selama hampir 2 thn adalah US$ 60 juta
Sedikit yang pahami ketika kami sampaikan bhw biaya US$ 60 juta penghancuran anas itu dicairkan dlm 2 termin melalui bank mayapada
Sulit orang mengerti apa hubungan antara bank mayapada dgn cikeas dan apa kaitanya dgn pembiayaan berbagai operasi penghancuran anas
Banyak org yg tdk tahu apa yg melatarbelakangi TB Silalahi berani sesumbar berjanji anas jatuh dlm waktu 2 minggu sejak termin I cair
Banyak org yg menyangka bhw serangan fitnah thdp anas oleh media2 secara serempak dan senada itu adalah bagian dari grand design cikeas
Banyak org yg tdk tahu bhw SBY adalah org dibalik semua operasi penjatuhan anas sbg ketum PD sejak anas awal sekali terpilih di kongres
Banyak orang yg tdk percaya ketika kami konsiten sebutkan bhw koruptor utama hambalang adalah menpora, choel dan cikeas
Banyak orang yg tdk percaya awalnya, ketika kami sebutkan Nazar & Choel bertemu utk buat kesepakatan di singapore berkolusi fitnah anas
Banyak orang yg tdk percaya awalnya ketika kami sebutkan bhw sejak anas terpilih sbg ketum, berbagai operasi penghancuran sdh dilakukan
Banyak org yg ragu2 ketika kami sebutkan Nazar adalah kolaborator cikeas yg terpaksa bekerja sama dgn Cikeas utk selamatkan kedua pihak
Banyak yg tdk percaya ketika kami sebutkan nanti Nazar akan dilindungi cikeas dari jeratan hukum utk kasus2 korupsinya yg total 6.1 T
Ketika Audit BPK Hambalang I selesai, kami mendapatkan salinannya, kami kaget membacanya. Knp tdk ada nama menpora ? Siapa yg rekayasa ?
Sumber kami di BPK sebut nama T Ruki sbg otak rekayasa audit investigasi Hambalang. Dia menghilangkan sejumlah fakta dan pelaku
Ruki adalah mantan deputi menko polhukam SBY pada Kabinet Megawati. Dia sukses jadi ketua KPK menjalankan misi2 dan agenda khusus Istana
Diantaranya adalah dgn lakukan kriminalisasi terhadap ketua KPU saat itu @nazarsjamsuddin yg sdh ditargetkan SBY utk dijadikan TSK
Bagaimana kisah sebenarnya yg melatarbelakangi kriminalisasi Ketua KPU @nazarsjamsuddin itu dapat dibaca dlm buku : Bukan Tanda Jasa
Misi berikut Ruki sbg agta BPK adalah mengamankan cikeas, andi m cs dan menjerat anas urbaningrum dgn segala cara. Sayangnya Ruki GAGAL
Sejumlah senior kami, mantan presiden, mantan wapres, politisi senior, mantan jenderal, mulai marah besar ketika Ruki mulai main api
Lalu dgn semua informasi yg dimiliki, mulailah kami ‘menelanjangi dan mengkuliti Ruki’ selama 4 hari berturut2 di twitter. Ruki menyerah
Pada senin pagi, kami membaca koran yg memuat pernyataan kekeliruan Ruki thdp hasil audit tahap I. LHP BPK Hambalang itu pun dia koreksi
Ruki akhirnya mencantumkan nama menpora andi malaranggeng sbg pelaku utama korupsi Hambalang, bersma 24 nama pelaku koruptor yg lain
Inilah kultwit kami ketika LHP Hambalang Tahap I selesai dikoreksi : 25 koruptor Hambalang http://t.co/0LDWonHrm2
Menpora andi m pun tdk bisa mengelak lagi utk ditetapkan sbg TSK korupsi Hambalang. Sayangnya sejumlah nama koruptor lain blm jadi TSK
Ketika pimp @KPK_RI ‘menghadap’ presiden di istana utk kabarkan lgsg penetapan andi jadi TSK, disampaikan jg indikasi keterlibatan Ibas
Info dari pimpinan KPK itu kemudian jadi bumerang bagi KPK sendiri. Istana bergerak cepat susun operasi utk menundukan KPK
Operasi istana utk menundukan KPK dimulai dgn gerak cepat kumpulkan bukti2 apapun yg bisa menjerat pimpinan KPK. Kriminalisasi pimp KPK
Korban pertama adalah Bambang Widjajanto, wakil ketua KPK. Diperoleh bukti2 keterlibatannya dlm rekayasa saksi palsu disengketa pilkada
Pesan rencana menjadikan Bambang W sbg TSK pun disampaikan kepada ybs. BW tahu bhw dia bisa saja membantah bukti2 itu, tapi percuma
BW akhirnya ‘menyerah’, terpaksa turuti kemauan istana. Namun istana belum puas, pimp KPK yg lain harus ditundukan. Operasi jalan terus
Momentum/kesempatan emas menjebak pimpinan KPK akhirnya muncul, yakni saat Ketua KPK A Samad jadi bulan2an dikecam publik yg tdk puas
Samad dinilai gagal. Sdh hampir setahun jd ketua KPK tdk ada prestasi nyata yg diukirnya. Kasus2 KPK hny kasus carry over periode Busyro
Oh ya, satu lagi alasan mendesak istana utk sgra tundukan KPK adalah korupsi century yg terus didesak penuntasannya. Ancaman besar”
Operasi kooptasi KPK dpt peluang emas ketika Istana tahu ada kasus besar yg belum diusut KPK meski sdh pernah dibahas dlm rapim KPK
Kasus itu adalah korupsi korlantas polri yg sebenarnya sdh dibahas saat pimp KPK terpilih melakukan rapim pertama setelah dilantik
Kasus korupsi korlantas Polri itu bermula dari laporan korupsi pihak tertentu kpd Kompolnas yg saat itu diketuai oleh adnan pandu praja
Entah kenapa laporan korupsi korlantas polri yg diterima adnan pandu praja itu tdk dilaporkan /diteruskan Kompolnas kepada Kapolri
Diduga motif adnan pandu praja, laporan korupsi korlantas polri itu akan dia gunakan sbg modal besar utk lolos jd komisioner KPK
Oleh Adnan Pandu Praja, laporan korupsi korlantas itu dia boyong ke KPK dan dijadikan bahan rapim KPK pertama sesaat setelah dilantik
Info tsb bocor dan hampir membawa malapetaka bagi adnan. Dia diteror dan mengalami stress berat hingga menderita sakit cukup lama”
Itu sebabnya adnan pandu praja sering tdk masuk bekerja di awal2 dia dilantik sbg pimp KPK. Sekitar 4 bulan adnan tdk efektif di KPK
Kasus inilah yg ‘diumpankan’ kpd Samad yg saat itu haus prestasi dan sdg gelisah karena habis2an dicerca publik karena kinerja buruknya
Lalu BW yg sdh ditundukan istana menawarkan kasus korupsi korlantas kepada Samad utk dituntaskan dan diberi jaminan back up penuh istana
Lalu BW yg sdh ditundukan istana menawarkan kasus korupsi korlantas kepada Samad utk dituntaskan dan diberi jaminan back up penuh istana
Langkah pertama Samad adalah menuntaskan penyelidikan dan minta waktu bertemu Kapolri utk ‘bahas’ kasus korupsi korlantas ini
Utk penciptaan opini awal dan prakondisi, majalah TEMPO diminta (dibayar) utk mengangkat kembali kasus korupsi korlantas dlm Laputnya
Singkatnya, Samad minta waktu menghadap Kapolri. Namun sebelum ketemu Kapolri, Samad perintahkan penyidik2 KPK siaga menuju Mako Lantas
Ketika bertemu menghadap kapolri, Samad menanyakan perkembangan penyelidikan korupsi korlantas pada kapolri
Atas pertanyaan Samad tsb Kapolri menjelaskan bhw penyelidikan korupsi korlantas msh terus berjalan dan tdk mengalami hambatan apapun
Samad dapat menerima penjelasan Kapolri dan menawarkan bantuan pengambialihan oleh KPK jika kasus tsb mengalami hambatan/kebuntuan
Setelah diskusi usai, Samad pun keluar dari ruangan Kapolri. Namun, tdk lama keluar dari ruangan kapolri, Samad menghubungi penyidik KPK
Kepada penyidik KPK siaga sejak Samad menemui Kapolri, Samad mengatakan bahwa kapolri sdh beri izin KPK utk geledah Markas Korlantas
Berdasarkan arahan ketua KPK itulah para penyidik KPK melakukan penggeledahan markas korlantas yg melahirkan insiden cicak vs buaya I
Samad ternyata menipu Kapolri dan para penyidik KPK ketika memulai penggeledahan dan penyitaan di makorlantas polri. Kenapa ?
Tanpa disadari oleh Samad yg ingin mencatat sejarah keberhasilan ditengah2 kegagalannya selama hampir setahun pimpin KPK, samad terjebak
Tanpa sadar samad memakan umpan jebakan yg disodorkan istana melalui kasus korlantas. Akibatnya fatal. Polri marah krn dibohongi KPK
Polri marah karena merasa dilecehkan KPK. Tindakan balasan pun dilakukan polri. KPK terjepit dan merasa terancam. Presiden diam saja
Lebih seminggu presiden diam saja melihat meletusnya konflik KPK vs Polri akibat kasus korlantas. Polemik di tengah rakyat pun terjadi
Karena kian terus terancam dan polri semakin marah, akhirnya KPK menyerah dan mengemis2 minta perlindungan presiden
Hampir 2 minggu presiden membiarkan Konflik KPK vs Polri, baru akhirnya presiden bersikap. Polri disalahkan, KPK dibela. KPK pun lega
Tanpa sadar Samad sdh memperlemah dan menghilangkan kemandirian KPK. Samad menyebabkan KPK kian terkooptasi presiden. Samad Kena jebakan
Tindakan KPK yg dinilai Polri tdk etis, langgar prosedur dan hukum serta memojokan Polri dlm kasus korlantas, menyebabkan Polri meradang
Satu persatu borok pimpinan dan pejabat KPK diselidiki daj dikumpulkan oleh polri, terutama samad. Sampai ke makassar sana
Singkat cerita pimpinan dan pejabat KPK menjadi target jeratan polri. Secara psikologis KPK makin takut dan makin butuh perlindungan SBY
Itu sebab, kenapa ketika mayoritas publik termakan opini KPK vs Polri dan membabi buta memihak KPK, kami ingatkan agar berhati2. Bahaya
Karena sesungguhnya, kasus Korlantas itu adalah umpan jebakan utk KPK yg dapat menghancurkan integritas dan independensi KPK.
Kini hampir semua prediksi dan analisa kami pada kasus korlantas dulu, terbukti kebenarannya. KPK jatuh dlm jurang krn jadi antek istana
Apalagi paska kasus pembocoran sprindik anas yg merupakan bagian dari jebakan istana kepada KPK. Integritas KPK makin hancur
Kasus pembocoran sprindik anas oleh samad cs menyebabkan 3 pimpinan KPK terancam jeratan pidana yg sewaktu2 bisa seret mereka ke penjara
Akibat pembocoran sprindik tsb, Samad, Zulkarnaen dan Adnan Pandu setiap saat bisa ditetapkan polisi menjadi TSK, ditahan dan diadili
Fakta dan kondisi inilah yang bikin KPK jilid 3 seperti kebo dicucuk hidungnya oleh istana. Pimpinan KPK tersandera. Jadi antek istana
Kondisi seperti inilah yg bikin KPK terpaksa menetapkan anas jadi TSK pada jumat malam 22 Feb 2013 meski tdk ada bukti korupsi hambalang
fakta2 bhw anas hny korban fitnah, rekayasa dan kriminalisasi oleh KPK atas perintah istana, akan kami bahas nanti. Sekian. MERDEKA !
Jumat, 29 November 2013
Senin, 25 November 2013
RACUN HATI
Ketahuilah bahwa setiap kemaksiatan adalah racun bagi hati. Kemaksiatan menyebabkan hati berpaling dari iradah Allah SWT dan menambah parah hatinya.
Barang siapa yang menginginkan keselamatan dan kehidupan bagi hatinya, hendaklah ia membersihkan hatinya dari pengaruh racun-racun itu.kemudian menjaganya jangan samapai ada racun lain mengotorinya. Adapun ‘Racun hati’ itu adalah :
- Diriwayatkan pula dari Abdullah bin Umar ra secara marfu’ bahwa ia berkata
Janganlah kalian berbanyak kata selain dzikrullah, sesungguhnya hal itu akan menjadikan kerasnya hati . Dan manusia yang paling jauh dari Allah adalah pemilik hati yang keras.
-Umar bin Khatab r.a. berkata:
“Barang siapa banyak bicaranya, banyak kekeliruannya. Barang siapa banyak kekeliruannya banyak dosanya. Dan barang siapa yang banyak dosanya maka neraka adalah tempat yang pantas baginya”
-Rasulullah bersabda ; “ Barang siapa yang memberi jaminan untuk menjaga apa yang ada di antara dua jenggotnya (mulut) dan dua paha (kemaluan) aku jamin baginya surga”.
Hadis Riwayat Bukhari dari Sahl bin Sa’d , Rasulullah juga menjamin tentang kebaikan lisan dalm sabdanya “… Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir , hendaklah ia berkata yang baik atau diam..”
-Miqdam bin Ma’d Yakrib berkata,” Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda :
“ Tidak ada bejana yang lebih buruk dari pada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam yang lebih buruk daripada pertunya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak bisa maka sepertiga dari perutnya hendak diisi untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya dan sepertiga untuk nafasnya..(Hadits Shahih diriwayatkan Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Al Hakim)
Berlebihan dalam makan mengakibatkan banyak hal buruk. Ia Ia akan menjadikan berbuat untuk beribadah dan berbuat taat, akhirnya ia akan menggerakan anggota badannya untuk berbuat kemaksiatan. Hal ini pun sudah cukup sebagai suatu keburukan bagi anda. Pun setan lebih terampil memperdaya manusia ketika perutnya dipenuhi makanan. Karenanya, tersebut dalam atsar. Persempitlah jalan setan dengan puasa
Seringkali Rasulullah dan para sahabat berada dalam keadaan lapar – walaupun itu memang karena tidak adanya makanan. Tetapi bukankan Allah SWT hanya memilihkan keadaan yang terbaik bagi Rasul Nya? Itulah sebabnya Ibnu Umar r.a. berusaha untuk mengikutinya, walaupun dia mampu untuk makan apa saja. Demikian pula dengan ayahnya.
Aisyah meriwayatkan ,” Sejak masuk ke Madinah, keluarga Rasulullah SAW belum pernah merasa kenyang akan roti gandum selama tiga hari berturut-turut sampai beliau wafat.”a
Ibrahim bin Adham berkata,” Barang siapa memelihara perutnya akan terpelihara agamanya. Barang siapa mampu menguasasi rasa laparnya akan memiliki akhlak yang baik. Sesungguhnya kemaksiatan kepada Allah SWT itu jauh dari seorang yang lapar dan dekat dari seorang yang kenyang.
-Rasulullah SAW bersabda : “Pandangan itu adalah panah beracun iblis. Barang siapa yang menundukkan pandangannya karena Allah, Dia akan berikan kepadanya kenikmatan dalam hatinya yang akan ia rasakan sampai bertemu denganNya..”
- Sebuah hadits diriwayatkan dari Ath Thabarani, Imam Ahmad dan Abu Usamah dengan lafazh, ” Tidaklah seorang mukmin itu memandang kecantikan wanita lalu menundukkan pandangannya kecuali Allah menjadikan hal itu sebagai ibadah baginya, yang ia meraasakan kemanisannya”.
Al Baihaqy menjelaskan” Jika hadits ini shahih, maksudnya adalah – wallahu a’lam- pandangan yang jatuh kepada wanita itu tidak disengaja kemudian ia berpaling dalam rangka wara”(menjaga diri).
Tentang keharaman memandang yang ‘bukan mahramnya ini’, Rasululah bersabda,” Wahai Ali, janganlah pandangan pertama kau ikuti dengan pandangan berikutnya.
Bergaul dengan para ulama dan ahli ma’rifatullah harus dibiasakan seperti mengkonsumsi makanan yang bergizi setiap hari. Ia dibutuhkan siang dan malam. Mereka dapat memberikan nasihat kepada hati kita dan megetahui tipu-tipu daya setan terhadapnya.
Bergaul dengan para ahli dalam urusan muamalat , bisnis dan semisalnya , maka mereka bagaikan obat dikala dibutuhkan ketika sakit. Diperlukan namun tidak harus setiap saat.
Yang harus dihindari adalah bergaul dengan orang yang ‘menebar’ racun . Mereka adalah ahli bid’ajh dan kesesatan , yang kesukaannya adalah mengajak orang untuk menjauh dari sunnah Rasul dan selalu menyeru untuk menyelisihinya. Mereka menjadikan sunnah sebagai bid’ah dan sebaliknya.
Barang siapa yang menginginkan keselamatan dan kehidupan bagi hatinya, hendaklah ia membersihkan hatinya dari pengaruh racun-racun itu.kemudian menjaganya jangan samapai ada racun lain mengotorinya. Adapun ‘Racun hati’ itu adalah :
- Banyak bicara
- Diriwayatkan pula dari Abdullah bin Umar ra secara marfu’ bahwa ia berkata
Janganlah kalian berbanyak kata selain dzikrullah, sesungguhnya hal itu akan menjadikan kerasnya hati . Dan manusia yang paling jauh dari Allah adalah pemilik hati yang keras.
-Umar bin Khatab r.a. berkata:
“Barang siapa banyak bicaranya, banyak kekeliruannya. Barang siapa banyak kekeliruannya banyak dosanya. Dan barang siapa yang banyak dosanya maka neraka adalah tempat yang pantas baginya”
-Rasulullah bersabda ; “ Barang siapa yang memberi jaminan untuk menjaga apa yang ada di antara dua jenggotnya (mulut) dan dua paha (kemaluan) aku jamin baginya surga”.
Hadis Riwayat Bukhari dari Sahl bin Sa’d , Rasulullah juga menjamin tentang kebaikan lisan dalm sabdanya “… Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir , hendaklah ia berkata yang baik atau diam..”
- Banyak makan
-Miqdam bin Ma’d Yakrib berkata,” Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda :
“ Tidak ada bejana yang lebih buruk dari pada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam yang lebih buruk daripada pertunya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak bisa maka sepertiga dari perutnya hendak diisi untuk makanannya, sepertiga untuk minumnya dan sepertiga untuk nafasnya..(Hadits Shahih diriwayatkan Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Al Hakim)
Berlebihan dalam makan mengakibatkan banyak hal buruk. Ia Ia akan menjadikan berbuat untuk beribadah dan berbuat taat, akhirnya ia akan menggerakan anggota badannya untuk berbuat kemaksiatan. Hal ini pun sudah cukup sebagai suatu keburukan bagi anda. Pun setan lebih terampil memperdaya manusia ketika perutnya dipenuhi makanan. Karenanya, tersebut dalam atsar. Persempitlah jalan setan dengan puasa
Seringkali Rasulullah dan para sahabat berada dalam keadaan lapar – walaupun itu memang karena tidak adanya makanan. Tetapi bukankan Allah SWT hanya memilihkan keadaan yang terbaik bagi Rasul Nya? Itulah sebabnya Ibnu Umar r.a. berusaha untuk mengikutinya, walaupun dia mampu untuk makan apa saja. Demikian pula dengan ayahnya.
Aisyah meriwayatkan ,” Sejak masuk ke Madinah, keluarga Rasulullah SAW belum pernah merasa kenyang akan roti gandum selama tiga hari berturut-turut sampai beliau wafat.”a
Ibrahim bin Adham berkata,” Barang siapa memelihara perutnya akan terpelihara agamanya. Barang siapa mampu menguasasi rasa laparnya akan memiliki akhlak yang baik. Sesungguhnya kemaksiatan kepada Allah SWT itu jauh dari seorang yang lapar dan dekat dari seorang yang kenyang.
- Banyak memandang
-Rasulullah SAW bersabda : “Pandangan itu adalah panah beracun iblis. Barang siapa yang menundukkan pandangannya karena Allah, Dia akan berikan kepadanya kenikmatan dalam hatinya yang akan ia rasakan sampai bertemu denganNya..”
- Sebuah hadits diriwayatkan dari Ath Thabarani, Imam Ahmad dan Abu Usamah dengan lafazh, ” Tidaklah seorang mukmin itu memandang kecantikan wanita lalu menundukkan pandangannya kecuali Allah menjadikan hal itu sebagai ibadah baginya, yang ia meraasakan kemanisannya”.
Al Baihaqy menjelaskan” Jika hadits ini shahih, maksudnya adalah – wallahu a’lam- pandangan yang jatuh kepada wanita itu tidak disengaja kemudian ia berpaling dalam rangka wara”(menjaga diri).
Tentang keharaman memandang yang ‘bukan mahramnya ini’, Rasululah bersabda,” Wahai Ali, janganlah pandangan pertama kau ikuti dengan pandangan berikutnya.
- Banyak bergaul
Bergaul dengan para ulama dan ahli ma’rifatullah harus dibiasakan seperti mengkonsumsi makanan yang bergizi setiap hari. Ia dibutuhkan siang dan malam. Mereka dapat memberikan nasihat kepada hati kita dan megetahui tipu-tipu daya setan terhadapnya.
Bergaul dengan para ahli dalam urusan muamalat , bisnis dan semisalnya , maka mereka bagaikan obat dikala dibutuhkan ketika sakit. Diperlukan namun tidak harus setiap saat.
Yang harus dihindari adalah bergaul dengan orang yang ‘menebar’ racun . Mereka adalah ahli bid’ajh dan kesesatan , yang kesukaannya adalah mengajak orang untuk menjauh dari sunnah Rasul dan selalu menyeru untuk menyelisihinya. Mereka menjadikan sunnah sebagai bid’ah dan sebaliknya.
Rabu, 31 Juli 2013
JOKOWI BUKA TOPENGMU - 2
-
50. Quo Vadis Jokowi ? Going to Heaven or Hell ? Masih minat jadi Capres ? Sementara DKI Jakarta menuntut tanggungjawabmu. Sekian. MERDEKA !
JOKOWI BUKA TOPENGMU
-
4. Pemerintah tidak pernah menganugerahkan Jokowi sebagai Walikota terbaik. Prestasinya sbg Walikota biasa2 saja. Tidak istimewa5. Silahkan pelajari laporan kinerja Jokowi sbg Walikota Solo. Mulai dari 2005- 2010 atau 2010 - 2015 (yg dijalaninya hny sampai 2012)
-
12. Setelah terpilih di periode I (2005-10) Jokowi meneruskan gaya blusukannya dan habiskan waktu di tengah2 warganya. Wakilnya yg di kantor
-
24. Popularitas Jokowi menanjak ketika TEMPO menobatkannya sbg Walikota terbaik bersama2 sejumlah walikota/bupati lainnya
-
37. Namun, konstelasi politik di DKI pre pilgub mengubah nasib Jokowi. Dia pun diperjuangkan JK, Prabowo dan Djan Faridz utk jadi Cagub PDIP
-
73. Sekian dulu aaah.....MERDEKA !!!
Jumat, 21 Juni 2013
NIFSU SYABAN
Segala puji hanyalah bagi Allah, yang telah menyempurnakan agamaNya
bagi kita, dan mencukupkan nikmat-Nya kepada kita, semoga shalawat dan
salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam, pengajak ke pintu taubat dan pembawa rahmat.
Amma ba’du :
Sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman :
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridloi Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al Maidah, 3).
“Apakah mereka mempunyai sesembahan sesembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diridloi Allah ? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang orang yang dhalim itu akan memperoleh azab yang pedih” (QS. As syuro, 21).
Dari Aisyah, Radliyallahu ‘anhu berkata : bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu perbuatan (dalam agama) yang sebelumnya tidak pernah ada, maka tidak akan diterima”.
Dan dalam riwayat imam Muslim, Rasulullah bersabda :
“Barang siapa mengerjakan suatu perbuatan yang belum pernah kami perintahkan, maka ia tertolak”.
Dalam shahih Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia berkata : bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam salah satu khutbah Jum’at nya :
“Amma ba’du : sesungguhnya sebaik baik perkataan adalah Kitab Allah (Al Qur’an), dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan sejelek jelek perbuatan (dalam agama) adalah yang diada adakan, dan setiap bid’ah (yang diada-adakan) itu sesat” (HR. Muslim).
Masih banyak lagi hadits hadits yang senada dengan hadits ini, hal mana semuanya menunjukkan dengan jelas, bahwasanya Allah telah menyempurnakan untuk umat ini agamanya, Dia telah mencukupkan nikmatNya bagi mereka, Dia tidak akan mewafatkan Nabi Muhammad kecuali sesudah beliau menyelesaikan tugas penyampaian risalahnya kepada umatnya, dan menjelaskan kepada mereka seluruh syariat Allah, baik melalui ucapan maupun perbuatan.
Beliau menjelaskan bahwa segala sesuatu yang akan diada adakan oleh sekelompok manusia sepeninggalnya dan dinisbatkan kepada ajaran Islam baik berupa ucapan maupun perbuatan, semuanya itu bad’ah yang ditolak, meskipun niatnya baik.
Para Sahabat dan para Ulama mengetahui hal ini, maka mereka mengingkari perbuatan perbuatan bid’ah dan memperingatkan kita dari padanya, hal itu disebutkan oleh mereka yang mengarang tentang penerapan Sunnah dan pengingkaran bid’ah, seperti Ibnu Waddhoh At Thorthusyi dan As Syaamah dan lain lain.
Diantara bid’ah yang biasa dilakukan oleh banyak orang ialah bid’ah mengadakan upacara peringatan malam Nisfu Sya’ban (tanggal 15 sya'ban, red), dan menghususkan pada hari tersebut dengan puasa tertentu, padahal tidak ada satupun dalil yang dapat dijadikan sandaran, ada hadits-hadits yang menerangkan tentang fadlilah malam tersebut, tetapi hadits-hadits tersebut dhoif, sehingga tidak dapat dijadikan landasan, adapun hadits-hadits yang berkenaan dengan sholat pada hari itu adalah maudlu /palsu.
Dalam hal ini, banyak diantara para ulama yang menyebutkan tentang lemahnya hadits-hadits yang berkenaan dengan penghususan puasa dan fadlilah sholat pada hari Nisfu Sya’ban, selanjutnya akan kami sebutkan sebagian dari ucapan mereka.
Pendapat para ahli Syam diantaranya Al Hafidz Ibnu Rajab dalam bukunya “Lathoiful Ma’arif” mengatakan bahwa perayaan malam nisfu sya’ban adalah bid’ah, dan hadits-hadits yang menerangkan keutamaannya semuanya lemah, hadits yang lemah bisa diamalkan dalam ibadah jika asalnya didukung oleh hadits yang shoheh, sedangkan upacara perayaan malam Nisfu Sya’ban tidak ada dasar yang shohih, sehingga tidak bisa didukung dengan dalil hadits-hadits yang dlo’if.
Ibnu Taimiyah telah menyebutkan kaidah ini, dan kami akan menukil pendapat para ulama kepada para pembaca, sehingga masalahnya menjadi jelas. Para ulama telah bersepakat bahwa merupakan suatu keharusan untuk mengembalikan segala apa yang diperselisihkan manusia kepada Kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnah Rasul (Al Hadits), apa saja yang telah digariskan hukumnya oleh keduanya atau salah satu dari padanya, maka wajib diikuti, dan apa saja yang bertentangan dengan keduanya maka harus ditinggalkan, serta segala sesuatu amalan ibadah yang belum pernah disebutkan (dalam Al Qur’an dan As Sunnah) adalah bid’ah, tidak boleh dikerjakan, apalagi mengajak untuk mengerjakannya dan menganggapnya baik.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat An Nisa’ :
“Hai orang orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul(Nya), dan Ulil Amri (pemimpin) diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesutu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Al Hadits), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An nisa’, 59).
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah (yang mempunyai sifat sifat demikian), itulah Tuhanku, KepadaNya-lah aku bertawakkal dan kepadaNya-lah aku kembali” (QS. Asy syuro, 10).
“Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu ” (QS. Ali Imran, 31).
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa sesuatu keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya ” (QS. An Nisa’, 65).
Dan masih banyak lagi ayat ayat Al Qur’an yang semakna dengan ayat ayat diatas, ia merupakan nash atau ketentuan hukum yang mewajibkan agar supaya masalah masalah yang diperselisihkan itu dikembalikan kepada Al Qur’an dan Al Hadits, selain mewajibkan kita agar rela terhadap hukum yang ditetapkan oleh keduanya. Sesungguhnya hal itu adalah konsekwensi iman, dan merupakan perbuatan baik bagi para hamba, baik di dunia atau di akherat nanti, dan akan mendapat balasan yang lebih baik.
Dalam pembicaraan masalah malam Nisfu Sya’ban, Ibnu Rajab berkata dalam bukunya “Lathoiful Ma’arif” : para Tabi'in penduduk Syam (Syiria sekarang) seperti Kholid bin Ma’daan, Makhul, Luqman bin Amir, dan lainnya pernah mengagung-agungkan dan berijtihad melakukan ibadah pada malam Nisfi Sya’ban, kemudian orang-orang berikutnya mengambil keutamaan dan bentuk pengagungan itu dari mereka.
Dikatakan bahwa mereka melakukan perbuatan demikian itu karena adanya cerita-cerita israiliyat, ketika masalah itu tersebar ke penjuru dunia, berselisihlah kaum muslimin, ada yang menerima dan menyetujuinya, ada juga yang mengingkarinya, golongan yang menerima adalah ahli Bashrah dan lainnya, sedangkan golongan yang mengingkarinya adalah mayoritas penduduk Hijaz (Saudi Arabia sekarang), seperti Atho dan Ibnu Abi Mulaikah, dan dinukil oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari Ulama fiqih Madinah, yaitu ucapan para pengikut Imam Malik dan lain lainnya ; mereka mengatakan bahwa semua perbuatan itu bid’ah, adapun pendapat ulama Syam berbeda dalam pelaksanaannya dengan adanya dua pendapat :
1- Menghidup-hidupkan malam Nisfu Sya’ban dalam masjid dengan berjamaah adalah mustahab (disukai Allah).
Dahulu Khalid bin Ma’daan dan Luqman bin Amir memperingati malam tersebut dengan memakai pakaian paling baru dan mewah, membakar kemenyan, memakai sipat (celak), dan mereka bangun malam menjalankan shalatul lail di masjid, ini disetujui oleh Ishaq bin Rahawaih, ia berkata : "Menjalankan ibadah di masjid pada malam itu secara berjamaah tidak dibid’ahkan", keterangan ini dicuplik oleh Harbu Al Karmaniy.
2- Berkumpulnya manusia pada malam Nisfi Sya’ban di masjid untuk shalat, bercerita dan berdoa adalah makruh hukumnya, tetapi boleh dilakukan jika menjalankan sholat khusus untuk dirinya sendiri.
Ini pendapat Auza’iy, Imam ahli Syam, sebagai ahli fiqh dan ulama mereka, Insya Allah pendapat inilah yang mendekati kebenaran, sedangkan pendapat Imam Ahmad tentang malam Nisfu Sya’ban ini, tidak diketahui.
Ada dua riwayat yang menjadi sebab cenderung diperingatinya malam Nisfu Sya’ban, dari antara dua riwayat yang menerangkan tentang dua malam hari raya (Iedul Fitri dan Iedul Adha), dalam satu riwayat berpendapat bahwa memperingati dua malam hari raya dengan berjamaah adalah tidak disunnahkan, karena hal itu belum pernah dikerjakan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, riwayat yang lain berpendapat bahwa memperingati malam tersebut dengan berjamaah disunnahkan, karena Abdurrahman bin Yazid bin Aswad pernah mengerjakannya, dan ia termasuk Tabi’in. Begitu pula tentang malam nisfu sya’ban, Nabi belum pernah mengerjakannya atau menetapkannya, termasuk juga para sahabat, itu hanya ketetapan dari golongan Tabiin ahli fiqh (yuris prudensi) yang di Syam (syiria), demikian maksud dari Al Hafidz Ibnu Rajab (semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya).
Ia mengomentari bahwa tidak ada suatu ketetapan pun tentang malam Nisfi Sya’ban ini, baik itu dari Nabi maupun dari para Sahabat. Adapun pendapat Imam Auza’iy tentang bolehnya (istihbab) menjalankan sholat pada malam hari itu secara individu dan penukilan Al Hafidz Ibnu Rajab dalam pendapatnya itu adalah gharib dan dloif, karena segala perbuatan syariah yang belum pernah ditetapkan oleh dalil dalil syar’i tidak boleh bagi seorang pun dari kaum muslimin mengada-adakan dalam Islam, baik itu dikerjakan secara individu ataupun kolektif, baik itu dikerjakan secara sembunyi sembunyi ataupun terang terangan, landasannya adalah keumuman hadits Nabi :
“Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang belum pernah kami perintahkan, maka ia tertolak”.
Dan banyak lagi hadits hadits yang mengingkari perbuatan bid’ah dan memperingatkan agar dijauhi.
Imam Abu Bakar At Thorthusyi berkata dalam bukunya “Al Hawadits wal bida” : diriwayatkan oleh Wadhoh dari zaid bin Aslam berkata : kami belum pernah melihat seorang pun dari sesepuh dan ahli fiqh kami yang menghadiri perayaan malam nisfu sya’ban, tidak mengindahkan hadits Makhul yang dloif, dan tidak pula memandang adanya keutamaan pada malam tersebut terhadap malam malam lainya.
Dikatakan kepada Ibnu Abi Mulaikah bahwasanya Zaid An numairy berkata : "Pahala yang didapat (dari ibadah) pada malam Nisfu Sya’ban menyamai pahala lailatul qadar, Ibnu Abi Mulaikah menjawab : "Seandainya saya mendengarnya sedang di tangan saya ada tongkat pasti saya pukul, Zaid adalah seorang penceramah".
Al ‘Allamah Asy Syaukani menulis dalam bukunya “Al Fawaidul Majmuah” sebagai berikut : bahwa hadits yang mengatakan :
“Wahai Ali, barang siapa yang melakukan sholat pada malam Nisfu Sya’ban sebanyak 100 rakaat, ia membaca setiap rakaat Al fatihah dan Qul huwallah ahad sebanyak sepuluh kali, pasti Allah memenuhi segala kebutuhannya … dan seterusnya.
Hadits ini adalah maudhu’, pada lafadz-lafadznya menerangkan tentang pahala yang akan diterima oleh pelakunya adalah tidak diragukan kelemahannya bagi orang berakal, sedangkan sanadnya majhul (tidak dikenal), hadits ini diriwayatkan dari kedua dan ketiga jalur sanad, kesemuanya maudhu dan perawi-perawinya tidak diketahui.
Dalam kitab “Al Mukhtashor” Syaukani melanjutkan : hadits yang menerangkan tentang sholat Nisfu Sya’ban adalah bathil, Ibnu Hibban meriwayatkan hadits dari Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu ‘anhu : jika datang malam Nisfu Sya’ban bersholat malamlah dan berpuasalah pada siang harinya, adalah dloif.
Dalam buku “Allaali” diriwayatkan bahwa : "Seratus rakaat pada malam Nisfi sya’ban (dengan membaca surah) Al ikhlas sepuluh kali (pada setiap rakaat) bersama keutamaan keutamaan yang lain, diriwayatkan oleh Ad Dailami dan lainya bahwa itu semua maudlu’ (palsu), dan mayoritas perowinya pada ketiga jalur sanadnya majhul (tidak diketahui) dan dloif (lemah).
Imam As Syaukani berkata : Hadits yang menerangkan bahwa dua belas rakaat dengan (membaca surat) Al Ikhlas tiga puluh kali itu maudlu’ (palsu), dan hadits empat belas rakaat … dan seterusnya adalah maudlu’ (tidak bisa diamalkan dan harus ditinggalkan, pent).
Para fuqoha (ahli yurisprudensi) banyak yang tertipu dengan hadits hadits diatas, seperti pengarang Ihya Ulumuddin dan lainnya, juga sebagian dari para ahli tafsir, karena sholat pada malam ini, yakni malam Nisfu Sya’ban telah diriwayatkan melalui berbagai jalur sanad, semuanya adalah bathil / tidak benar dan haditsnya adalah maudlu’.
Hal ini tidak bertentangan dengan riwayat Turmudzi dan hadits Aisyah, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pergi ke Baqi’ dan Tuhan turun ke langit dunia pada malam Nisfu Sya’ban, untuk mengampuni dosa sebanyak jumlah bulu domba dan bulu kambing, karena pembicaraan kita berkisar tentang sholat yang diadakan pada malam Nisfu Sya’ban itu, tetapi hadits Aisyah ini lemah dan sanadnya munqothi’ (tidak bersambung) sebagaimana hadits Ali yang telah disebutkan diatas, mengenai malam Nisfu Sya’ban, jadi dengan jelas bahwa sholat (khusus pada) malam itu juga lemah dasar hukumnya.
Al Hafidz Al Iraqi berkata : hadits (yang menerangkan) tentang sholat Nisfi Sya’ban itu maudlu dan pembohongan atas diri Rasulallah”.
Dalam kitab “Al Majmu” Imam Nawawi berkata : sholat yang sering kita kenal dengan sholat Roghoib ada (berjumlah) dua dua belas rakaat, dikerjakan antara maghrib dan Isya’, pada malam Jum’at pertama bulan Rajab, dan shalat seratus rakaat pada malam Nisfu Sya’ban, dua sholat ini adalah bid’ah dan munkar, tidak boleh seseorang terpedaya oleh kedua hadits itu, hanya karena disebutkan di dalam buku “Quutul qulub” dan “ Ihya Ulumuddin” (Al Ghozali, red) sebab pada dasarnya hadits hadits tersebut bathil (tidak boleh diamalkan), kita tidak boleh cepat mempercayai orang orang yang tidak jelas bagi mereka hukum kedua hadits itu, yaitu mereka para imam yang kemudian mengarang lembaran-lembaran untuk membolehkan pengamalan kedua hadits itu, karena ia telah salah dalam hal ini.
Syekh Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Ismail Al Maqdisi telah mengarang sebuah buku yang berharga, beliau menolak (menganggap bathil) kedua hadits diatas (tentang malam Nisfu Sya’ban dan malam Jum’at pertama pada bulan Rajab), ia bersikap (dalam mengungkapkan pendapatnya) dalam buku tersebut, sebaik mungkin, dalam hal ini telah banyak pendapat para ulama, jika kita hendak menukil pendapat mereka itu, akan memperpanjang pembicaraan kita. Semoga apa-apa yang telah kita sebutkan tadi, cukup memuaskan bagi siapa saja yang berkeinginan untuk mendapat sesuatu yang haq.
Dari penjelasan di atas tadi, seperti ayat-ayat Al Qur’an dan beberapa hadits, serta pendapat para ulama, jelaslah bagi pencari kebenaran (haq) bahwa peringatan malam Nisfu Sya’ban dengan pengkhususan sholat atau lainnya, dan pengkhususan siang harinya dengan puasa, itu semua adalah bid’ah dan munkar, tidak ada landasan dalilnya dalam syariat Islam, bahkan hanya merupakan pengada-adaan saja dalam Islam setelah masa para sahabat Radhiyallahu ‘anhum, marilah kita hayati ayat Al Qur’an di bawah ini :
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’matKu, dan telah Kuridloi Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al Maidah, 3).
Dan banyak lagi ayat-ayat lain yang semakna dengan ayat di atas, selanjutnya marilah kita hayati sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam :
“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu perbuatan (dalam agama) yang sebelumnya tidak pernah ada, maka ia tertolak”.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Janganlah kamu sekalian mengkhususkan malam Jum’at dari pada malam malam lainnya dengan sholat tertentu, dan janganlah kamu sekalian mengkhususkan siang harinya dari pada hari-hari lainnya dengan berpuasa tertentu, kecuali jika hari bertepatan dengan hari yang ia biasa berpuasa (bukan puasa khusus tadi)” (HR. Muslim).
Seandainya pengkhususan malam itu dengan ibadah tertentu diperbolehkan oleh Allah, maka bukanlah malam Jum’at itu lebih baik dari pada malam malam lainnya, karena pada hari itu adalah sebaik-baik hari yang disinari oleh matahari ? hal ini berdasarkan hadits hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang shohih.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang untuk mengkhususkan sholat pada malam hari itu dari pada malam lainnya, hal itu menunjukkan bahwa pada malam lainpun lebih tidak boleh dihususkan dengan ibadah tertentu, kecuali jika ada dalil shohih yang mengkhususkan/menunjukkan adanya pengkhususan, ketika malam Lailatul Qadar dan malam malam bulan puasa itu disyariatkan supaya sholat dan bersungguh-sungguh dengan ibadah tertentu, maka Nabi mengingatkan dan menganjurkan kepada umatnya agar supaya melaksanakannya, beliau pun juga mengerjakannya, sebagaimana disebutkan dalam hadits shohih :
“Barang siapa yang berdiri (melakukan sholat) pada bulan Ramadlan dengan penuh rasa iman dan harapan (pahala), niscaya Allah Subhaanahu wa Ta’ala akan mengampuni dosanya yang telah lewat, dan barang siapa yang berdiri (melakukan sholat) pada malam lailatul qadar dengan penuh rasa iman dan harapan (pahala), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lewat” (Muttafaqun ‘alaih).
Jika seandainya malam Nisfu Sya’ban, malam Jum’at pertama pada bulan Rajab, serta malam isra’ dan mi’raj itu diperintahkan untuk dikhususkan, dengan upacara atau ibadah tertentu, pastilah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada umatnya, atau beliau melaksanakannya sendiri, jika memang hal itu pernah terjadi niscaya telah disampaikan oleh para sahabat kepada kita ; mereka tidak akan menyembunyikannya, karena mereka adalah sebaik-baik manusia dan paling banyak memberi nasehat setelah para Nabi.
Dari pendapat para ulama tadi anda dapat menyimpulkan bahwasanya tidak ada ketentuan apapun dari Rasulullah, ataupun dari para sahabat tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban dan malam Jum’at pertama pada bulan Rajab.
Dan dari sini kita mengetahui bahwa memperingati perayaan kedua malam tersebut adalah bid’ah yang diada adakan dalam Islam, begitu pula pengkhususan malam tersebut dengan ibadah tertentu adalah bid’ah mungkar, sama halnya dengan malam 27 Rajab yang banyak diyakini orang sebagai malam Isra’ dan Mi’raj, begitu juga tidak boleh dihususkan dengan ibadah ibadah tertentu, selain tidak boleh dirayakan dengan upacara upacara ritual, berdasarkan dalil dalil yang disebutkan tadi.
Hal ini, jika (malam kejadian Isra’ dan Mi’raj itu) diketahui, padahal yang benar adalah pendapat para ulama yang menandaskan tidak diketahuinya malam Isra’ dan Mi’raj secara tepat. Omongan orang bahwa malam Isra’ dan Mi’raj itu pada tanggal 27 Rajab adalah bathil, tidak berdasarkan pada hadits-hadits yang shahih, maka benar orang yang mengatakan :
“Sebaik-baik perkara adalah yang telah dikerjakan oleh para Salaf, yang telah mendapatkan petunjuk dan sejelek-jelek perkara (dalam agama) adalah yang diada adakan berupa bid’ah bid’ah”
Allahlah tempat bermohon untuk melimpahkan taufiq-Nya kepada kita dan kaum muslimin semua, taufiq untuk berpegang teguh dengan sunnah dan konsisten kepada ajarannya, serta waspada terhadap hal-hal yang bertentangan dengannya, karena hanya Allah lah Maha Pemberi dan Maha Mulia.
Semoga sholawat dan salam selalu terlimpahkan kepada hamba-Nya dan RasulNya Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula kepada keluarga dan para sahabatnya, Amien.
(Dikutip dari ÇáÍÐÑ ãä ÇáÈÏÚ Tulisan Syaikh Abdullah Bin Abdul Aziz Bin Baz, Mufti Saudi Arabia dalam Majmu’ Fatawa Samahat al-Shaykh ‘Abdul-‘Aziz ibn Baz, 2/882. Penerbit Departemen Agama Saudi Arabia. Edisi Indonesia “Waspada terhadap Bid’ah”.). Posting ulang dari http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=472)
Amma ba’du :
Sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman :
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridloi Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al Maidah, 3).
“Apakah mereka mempunyai sesembahan sesembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diridloi Allah ? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang orang yang dhalim itu akan memperoleh azab yang pedih” (QS. As syuro, 21).
Dari Aisyah, Radliyallahu ‘anhu berkata : bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu perbuatan (dalam agama) yang sebelumnya tidak pernah ada, maka tidak akan diterima”.
Dan dalam riwayat imam Muslim, Rasulullah bersabda :
“Barang siapa mengerjakan suatu perbuatan yang belum pernah kami perintahkan, maka ia tertolak”.
Dalam shahih Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu ia berkata : bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam salah satu khutbah Jum’at nya :
“Amma ba’du : sesungguhnya sebaik baik perkataan adalah Kitab Allah (Al Qur’an), dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan sejelek jelek perbuatan (dalam agama) adalah yang diada adakan, dan setiap bid’ah (yang diada-adakan) itu sesat” (HR. Muslim).
Masih banyak lagi hadits hadits yang senada dengan hadits ini, hal mana semuanya menunjukkan dengan jelas, bahwasanya Allah telah menyempurnakan untuk umat ini agamanya, Dia telah mencukupkan nikmatNya bagi mereka, Dia tidak akan mewafatkan Nabi Muhammad kecuali sesudah beliau menyelesaikan tugas penyampaian risalahnya kepada umatnya, dan menjelaskan kepada mereka seluruh syariat Allah, baik melalui ucapan maupun perbuatan.
Beliau menjelaskan bahwa segala sesuatu yang akan diada adakan oleh sekelompok manusia sepeninggalnya dan dinisbatkan kepada ajaran Islam baik berupa ucapan maupun perbuatan, semuanya itu bad’ah yang ditolak, meskipun niatnya baik.
Para Sahabat dan para Ulama mengetahui hal ini, maka mereka mengingkari perbuatan perbuatan bid’ah dan memperingatkan kita dari padanya, hal itu disebutkan oleh mereka yang mengarang tentang penerapan Sunnah dan pengingkaran bid’ah, seperti Ibnu Waddhoh At Thorthusyi dan As Syaamah dan lain lain.
Diantara bid’ah yang biasa dilakukan oleh banyak orang ialah bid’ah mengadakan upacara peringatan malam Nisfu Sya’ban (tanggal 15 sya'ban, red), dan menghususkan pada hari tersebut dengan puasa tertentu, padahal tidak ada satupun dalil yang dapat dijadikan sandaran, ada hadits-hadits yang menerangkan tentang fadlilah malam tersebut, tetapi hadits-hadits tersebut dhoif, sehingga tidak dapat dijadikan landasan, adapun hadits-hadits yang berkenaan dengan sholat pada hari itu adalah maudlu /palsu.
Dalam hal ini, banyak diantara para ulama yang menyebutkan tentang lemahnya hadits-hadits yang berkenaan dengan penghususan puasa dan fadlilah sholat pada hari Nisfu Sya’ban, selanjutnya akan kami sebutkan sebagian dari ucapan mereka.
Pendapat para ahli Syam diantaranya Al Hafidz Ibnu Rajab dalam bukunya “Lathoiful Ma’arif” mengatakan bahwa perayaan malam nisfu sya’ban adalah bid’ah, dan hadits-hadits yang menerangkan keutamaannya semuanya lemah, hadits yang lemah bisa diamalkan dalam ibadah jika asalnya didukung oleh hadits yang shoheh, sedangkan upacara perayaan malam Nisfu Sya’ban tidak ada dasar yang shohih, sehingga tidak bisa didukung dengan dalil hadits-hadits yang dlo’if.
Ibnu Taimiyah telah menyebutkan kaidah ini, dan kami akan menukil pendapat para ulama kepada para pembaca, sehingga masalahnya menjadi jelas. Para ulama telah bersepakat bahwa merupakan suatu keharusan untuk mengembalikan segala apa yang diperselisihkan manusia kepada Kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnah Rasul (Al Hadits), apa saja yang telah digariskan hukumnya oleh keduanya atau salah satu dari padanya, maka wajib diikuti, dan apa saja yang bertentangan dengan keduanya maka harus ditinggalkan, serta segala sesuatu amalan ibadah yang belum pernah disebutkan (dalam Al Qur’an dan As Sunnah) adalah bid’ah, tidak boleh dikerjakan, apalagi mengajak untuk mengerjakannya dan menganggapnya baik.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat An Nisa’ :
“Hai orang orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul(Nya), dan Ulil Amri (pemimpin) diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesutu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (Al Hadits), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An nisa’, 59).
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah (yang mempunyai sifat sifat demikian), itulah Tuhanku, KepadaNya-lah aku bertawakkal dan kepadaNya-lah aku kembali” (QS. Asy syuro, 10).
“Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu ” (QS. Ali Imran, 31).
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa sesuatu keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya ” (QS. An Nisa’, 65).
Dan masih banyak lagi ayat ayat Al Qur’an yang semakna dengan ayat ayat diatas, ia merupakan nash atau ketentuan hukum yang mewajibkan agar supaya masalah masalah yang diperselisihkan itu dikembalikan kepada Al Qur’an dan Al Hadits, selain mewajibkan kita agar rela terhadap hukum yang ditetapkan oleh keduanya. Sesungguhnya hal itu adalah konsekwensi iman, dan merupakan perbuatan baik bagi para hamba, baik di dunia atau di akherat nanti, dan akan mendapat balasan yang lebih baik.
Dalam pembicaraan masalah malam Nisfu Sya’ban, Ibnu Rajab berkata dalam bukunya “Lathoiful Ma’arif” : para Tabi'in penduduk Syam (Syiria sekarang) seperti Kholid bin Ma’daan, Makhul, Luqman bin Amir, dan lainnya pernah mengagung-agungkan dan berijtihad melakukan ibadah pada malam Nisfi Sya’ban, kemudian orang-orang berikutnya mengambil keutamaan dan bentuk pengagungan itu dari mereka.
Dikatakan bahwa mereka melakukan perbuatan demikian itu karena adanya cerita-cerita israiliyat, ketika masalah itu tersebar ke penjuru dunia, berselisihlah kaum muslimin, ada yang menerima dan menyetujuinya, ada juga yang mengingkarinya, golongan yang menerima adalah ahli Bashrah dan lainnya, sedangkan golongan yang mengingkarinya adalah mayoritas penduduk Hijaz (Saudi Arabia sekarang), seperti Atho dan Ibnu Abi Mulaikah, dan dinukil oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari Ulama fiqih Madinah, yaitu ucapan para pengikut Imam Malik dan lain lainnya ; mereka mengatakan bahwa semua perbuatan itu bid’ah, adapun pendapat ulama Syam berbeda dalam pelaksanaannya dengan adanya dua pendapat :
1- Menghidup-hidupkan malam Nisfu Sya’ban dalam masjid dengan berjamaah adalah mustahab (disukai Allah).
Dahulu Khalid bin Ma’daan dan Luqman bin Amir memperingati malam tersebut dengan memakai pakaian paling baru dan mewah, membakar kemenyan, memakai sipat (celak), dan mereka bangun malam menjalankan shalatul lail di masjid, ini disetujui oleh Ishaq bin Rahawaih, ia berkata : "Menjalankan ibadah di masjid pada malam itu secara berjamaah tidak dibid’ahkan", keterangan ini dicuplik oleh Harbu Al Karmaniy.
2- Berkumpulnya manusia pada malam Nisfi Sya’ban di masjid untuk shalat, bercerita dan berdoa adalah makruh hukumnya, tetapi boleh dilakukan jika menjalankan sholat khusus untuk dirinya sendiri.
Ini pendapat Auza’iy, Imam ahli Syam, sebagai ahli fiqh dan ulama mereka, Insya Allah pendapat inilah yang mendekati kebenaran, sedangkan pendapat Imam Ahmad tentang malam Nisfu Sya’ban ini, tidak diketahui.
Ada dua riwayat yang menjadi sebab cenderung diperingatinya malam Nisfu Sya’ban, dari antara dua riwayat yang menerangkan tentang dua malam hari raya (Iedul Fitri dan Iedul Adha), dalam satu riwayat berpendapat bahwa memperingati dua malam hari raya dengan berjamaah adalah tidak disunnahkan, karena hal itu belum pernah dikerjakan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, riwayat yang lain berpendapat bahwa memperingati malam tersebut dengan berjamaah disunnahkan, karena Abdurrahman bin Yazid bin Aswad pernah mengerjakannya, dan ia termasuk Tabi’in. Begitu pula tentang malam nisfu sya’ban, Nabi belum pernah mengerjakannya atau menetapkannya, termasuk juga para sahabat, itu hanya ketetapan dari golongan Tabiin ahli fiqh (yuris prudensi) yang di Syam (syiria), demikian maksud dari Al Hafidz Ibnu Rajab (semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya).
Ia mengomentari bahwa tidak ada suatu ketetapan pun tentang malam Nisfi Sya’ban ini, baik itu dari Nabi maupun dari para Sahabat. Adapun pendapat Imam Auza’iy tentang bolehnya (istihbab) menjalankan sholat pada malam hari itu secara individu dan penukilan Al Hafidz Ibnu Rajab dalam pendapatnya itu adalah gharib dan dloif, karena segala perbuatan syariah yang belum pernah ditetapkan oleh dalil dalil syar’i tidak boleh bagi seorang pun dari kaum muslimin mengada-adakan dalam Islam, baik itu dikerjakan secara individu ataupun kolektif, baik itu dikerjakan secara sembunyi sembunyi ataupun terang terangan, landasannya adalah keumuman hadits Nabi :
“Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang belum pernah kami perintahkan, maka ia tertolak”.
Dan banyak lagi hadits hadits yang mengingkari perbuatan bid’ah dan memperingatkan agar dijauhi.
Imam Abu Bakar At Thorthusyi berkata dalam bukunya “Al Hawadits wal bida” : diriwayatkan oleh Wadhoh dari zaid bin Aslam berkata : kami belum pernah melihat seorang pun dari sesepuh dan ahli fiqh kami yang menghadiri perayaan malam nisfu sya’ban, tidak mengindahkan hadits Makhul yang dloif, dan tidak pula memandang adanya keutamaan pada malam tersebut terhadap malam malam lainya.
Dikatakan kepada Ibnu Abi Mulaikah bahwasanya Zaid An numairy berkata : "Pahala yang didapat (dari ibadah) pada malam Nisfu Sya’ban menyamai pahala lailatul qadar, Ibnu Abi Mulaikah menjawab : "Seandainya saya mendengarnya sedang di tangan saya ada tongkat pasti saya pukul, Zaid adalah seorang penceramah".
Al ‘Allamah Asy Syaukani menulis dalam bukunya “Al Fawaidul Majmuah” sebagai berikut : bahwa hadits yang mengatakan :
“Wahai Ali, barang siapa yang melakukan sholat pada malam Nisfu Sya’ban sebanyak 100 rakaat, ia membaca setiap rakaat Al fatihah dan Qul huwallah ahad sebanyak sepuluh kali, pasti Allah memenuhi segala kebutuhannya … dan seterusnya.
Hadits ini adalah maudhu’, pada lafadz-lafadznya menerangkan tentang pahala yang akan diterima oleh pelakunya adalah tidak diragukan kelemahannya bagi orang berakal, sedangkan sanadnya majhul (tidak dikenal), hadits ini diriwayatkan dari kedua dan ketiga jalur sanad, kesemuanya maudhu dan perawi-perawinya tidak diketahui.
Dalam kitab “Al Mukhtashor” Syaukani melanjutkan : hadits yang menerangkan tentang sholat Nisfu Sya’ban adalah bathil, Ibnu Hibban meriwayatkan hadits dari Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu ‘anhu : jika datang malam Nisfu Sya’ban bersholat malamlah dan berpuasalah pada siang harinya, adalah dloif.
Dalam buku “Allaali” diriwayatkan bahwa : "Seratus rakaat pada malam Nisfi sya’ban (dengan membaca surah) Al ikhlas sepuluh kali (pada setiap rakaat) bersama keutamaan keutamaan yang lain, diriwayatkan oleh Ad Dailami dan lainya bahwa itu semua maudlu’ (palsu), dan mayoritas perowinya pada ketiga jalur sanadnya majhul (tidak diketahui) dan dloif (lemah).
Imam As Syaukani berkata : Hadits yang menerangkan bahwa dua belas rakaat dengan (membaca surat) Al Ikhlas tiga puluh kali itu maudlu’ (palsu), dan hadits empat belas rakaat … dan seterusnya adalah maudlu’ (tidak bisa diamalkan dan harus ditinggalkan, pent).
Para fuqoha (ahli yurisprudensi) banyak yang tertipu dengan hadits hadits diatas, seperti pengarang Ihya Ulumuddin dan lainnya, juga sebagian dari para ahli tafsir, karena sholat pada malam ini, yakni malam Nisfu Sya’ban telah diriwayatkan melalui berbagai jalur sanad, semuanya adalah bathil / tidak benar dan haditsnya adalah maudlu’.
Hal ini tidak bertentangan dengan riwayat Turmudzi dan hadits Aisyah, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pergi ke Baqi’ dan Tuhan turun ke langit dunia pada malam Nisfu Sya’ban, untuk mengampuni dosa sebanyak jumlah bulu domba dan bulu kambing, karena pembicaraan kita berkisar tentang sholat yang diadakan pada malam Nisfu Sya’ban itu, tetapi hadits Aisyah ini lemah dan sanadnya munqothi’ (tidak bersambung) sebagaimana hadits Ali yang telah disebutkan diatas, mengenai malam Nisfu Sya’ban, jadi dengan jelas bahwa sholat (khusus pada) malam itu juga lemah dasar hukumnya.
Al Hafidz Al Iraqi berkata : hadits (yang menerangkan) tentang sholat Nisfi Sya’ban itu maudlu dan pembohongan atas diri Rasulallah”.
Dalam kitab “Al Majmu” Imam Nawawi berkata : sholat yang sering kita kenal dengan sholat Roghoib ada (berjumlah) dua dua belas rakaat, dikerjakan antara maghrib dan Isya’, pada malam Jum’at pertama bulan Rajab, dan shalat seratus rakaat pada malam Nisfu Sya’ban, dua sholat ini adalah bid’ah dan munkar, tidak boleh seseorang terpedaya oleh kedua hadits itu, hanya karena disebutkan di dalam buku “Quutul qulub” dan “ Ihya Ulumuddin” (Al Ghozali, red) sebab pada dasarnya hadits hadits tersebut bathil (tidak boleh diamalkan), kita tidak boleh cepat mempercayai orang orang yang tidak jelas bagi mereka hukum kedua hadits itu, yaitu mereka para imam yang kemudian mengarang lembaran-lembaran untuk membolehkan pengamalan kedua hadits itu, karena ia telah salah dalam hal ini.
Syekh Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Ismail Al Maqdisi telah mengarang sebuah buku yang berharga, beliau menolak (menganggap bathil) kedua hadits diatas (tentang malam Nisfu Sya’ban dan malam Jum’at pertama pada bulan Rajab), ia bersikap (dalam mengungkapkan pendapatnya) dalam buku tersebut, sebaik mungkin, dalam hal ini telah banyak pendapat para ulama, jika kita hendak menukil pendapat mereka itu, akan memperpanjang pembicaraan kita. Semoga apa-apa yang telah kita sebutkan tadi, cukup memuaskan bagi siapa saja yang berkeinginan untuk mendapat sesuatu yang haq.
Dari penjelasan di atas tadi, seperti ayat-ayat Al Qur’an dan beberapa hadits, serta pendapat para ulama, jelaslah bagi pencari kebenaran (haq) bahwa peringatan malam Nisfu Sya’ban dengan pengkhususan sholat atau lainnya, dan pengkhususan siang harinya dengan puasa, itu semua adalah bid’ah dan munkar, tidak ada landasan dalilnya dalam syariat Islam, bahkan hanya merupakan pengada-adaan saja dalam Islam setelah masa para sahabat Radhiyallahu ‘anhum, marilah kita hayati ayat Al Qur’an di bawah ini :
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’matKu, dan telah Kuridloi Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al Maidah, 3).
Dan banyak lagi ayat-ayat lain yang semakna dengan ayat di atas, selanjutnya marilah kita hayati sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam :
“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu perbuatan (dalam agama) yang sebelumnya tidak pernah ada, maka ia tertolak”.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Janganlah kamu sekalian mengkhususkan malam Jum’at dari pada malam malam lainnya dengan sholat tertentu, dan janganlah kamu sekalian mengkhususkan siang harinya dari pada hari-hari lainnya dengan berpuasa tertentu, kecuali jika hari bertepatan dengan hari yang ia biasa berpuasa (bukan puasa khusus tadi)” (HR. Muslim).
Seandainya pengkhususan malam itu dengan ibadah tertentu diperbolehkan oleh Allah, maka bukanlah malam Jum’at itu lebih baik dari pada malam malam lainnya, karena pada hari itu adalah sebaik-baik hari yang disinari oleh matahari ? hal ini berdasarkan hadits hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang shohih.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang untuk mengkhususkan sholat pada malam hari itu dari pada malam lainnya, hal itu menunjukkan bahwa pada malam lainpun lebih tidak boleh dihususkan dengan ibadah tertentu, kecuali jika ada dalil shohih yang mengkhususkan/menunjukkan adanya pengkhususan, ketika malam Lailatul Qadar dan malam malam bulan puasa itu disyariatkan supaya sholat dan bersungguh-sungguh dengan ibadah tertentu, maka Nabi mengingatkan dan menganjurkan kepada umatnya agar supaya melaksanakannya, beliau pun juga mengerjakannya, sebagaimana disebutkan dalam hadits shohih :
“Barang siapa yang berdiri (melakukan sholat) pada bulan Ramadlan dengan penuh rasa iman dan harapan (pahala), niscaya Allah Subhaanahu wa Ta’ala akan mengampuni dosanya yang telah lewat, dan barang siapa yang berdiri (melakukan sholat) pada malam lailatul qadar dengan penuh rasa iman dan harapan (pahala), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lewat” (Muttafaqun ‘alaih).
Jika seandainya malam Nisfu Sya’ban, malam Jum’at pertama pada bulan Rajab, serta malam isra’ dan mi’raj itu diperintahkan untuk dikhususkan, dengan upacara atau ibadah tertentu, pastilah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada umatnya, atau beliau melaksanakannya sendiri, jika memang hal itu pernah terjadi niscaya telah disampaikan oleh para sahabat kepada kita ; mereka tidak akan menyembunyikannya, karena mereka adalah sebaik-baik manusia dan paling banyak memberi nasehat setelah para Nabi.
Dari pendapat para ulama tadi anda dapat menyimpulkan bahwasanya tidak ada ketentuan apapun dari Rasulullah, ataupun dari para sahabat tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban dan malam Jum’at pertama pada bulan Rajab.
Dan dari sini kita mengetahui bahwa memperingati perayaan kedua malam tersebut adalah bid’ah yang diada adakan dalam Islam, begitu pula pengkhususan malam tersebut dengan ibadah tertentu adalah bid’ah mungkar, sama halnya dengan malam 27 Rajab yang banyak diyakini orang sebagai malam Isra’ dan Mi’raj, begitu juga tidak boleh dihususkan dengan ibadah ibadah tertentu, selain tidak boleh dirayakan dengan upacara upacara ritual, berdasarkan dalil dalil yang disebutkan tadi.
Hal ini, jika (malam kejadian Isra’ dan Mi’raj itu) diketahui, padahal yang benar adalah pendapat para ulama yang menandaskan tidak diketahuinya malam Isra’ dan Mi’raj secara tepat. Omongan orang bahwa malam Isra’ dan Mi’raj itu pada tanggal 27 Rajab adalah bathil, tidak berdasarkan pada hadits-hadits yang shahih, maka benar orang yang mengatakan :
“Sebaik-baik perkara adalah yang telah dikerjakan oleh para Salaf, yang telah mendapatkan petunjuk dan sejelek-jelek perkara (dalam agama) adalah yang diada adakan berupa bid’ah bid’ah”
Allahlah tempat bermohon untuk melimpahkan taufiq-Nya kepada kita dan kaum muslimin semua, taufiq untuk berpegang teguh dengan sunnah dan konsisten kepada ajarannya, serta waspada terhadap hal-hal yang bertentangan dengannya, karena hanya Allah lah Maha Pemberi dan Maha Mulia.
Semoga sholawat dan salam selalu terlimpahkan kepada hamba-Nya dan RasulNya Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula kepada keluarga dan para sahabatnya, Amien.
(Dikutip dari ÇáÍÐÑ ãä ÇáÈÏÚ Tulisan Syaikh Abdullah Bin Abdul Aziz Bin Baz, Mufti Saudi Arabia dalam Majmu’ Fatawa Samahat al-Shaykh ‘Abdul-‘Aziz ibn Baz, 2/882. Penerbit Departemen Agama Saudi Arabia. Edisi Indonesia “Waspada terhadap Bid’ah”.). Posting ulang dari http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=472)
Langganan:
Postingan (Atom)