Suharto tipe pemimpin yang sangat lihai. Banyak yang
mengatakan sosoknya licin bagai belut yang berenang di dalam genangan
oli. Dia memanfaatkan semua yang berada di sekelilingnya guna memperkuat
posisinya sendiri. Ketika menumbangkan Bung Karno, Suharto menggalang
kekuatan militer, teknokrat kapitalistis, dan ormas keagamaan—dalam hal
ini kebanyakan sayap Islam, dengan alibi untuk menghancurkan komunisme.
Namun setelah berkuasa, umat Islam ditinggalkan. Suharto malah merangkul
kekuatan salibis faksi Pater Beek SJ dan juga CSIS di mana Ali Moertopo
menjadi sesepuhnya, dan di era 1980-an muncul tokoh sentral
Islamophobia, murid Ali Moertopo, bernama Jenderal Leonardus Benny
Moerdhani.
Nations and Character Building yang diperjuangkan para
pendiri republik ini dalam sekejap dihancurkan Suharto, dan digantikan
dengan Exploitation de L’homee par L’homee, eksploitasi yang dilakukan
elit negara terhadap rakyat kecil. Dan ironisnya, eksploitasi ini terus
dilakukan oleh para elit pemerintah dan juga elit parpol sampai hari
ini.
Dalam penegakan Hak Asasi manusia (HAM), rezim Orde Baru
di tahun 1980-an sangat dikenal di luar negeri sebagai rezim
fasis-militeristis. M.C.Ricklefs, sejarawan Australia yang banyak
meneliti tentang sejarah politik di Indonesia, menyatakan jika penegakan
HAM-nya rezim Suharto jauh lebih buruk ketimbang penguasa jajahan
Belanda.
“Orde Baru lebih banyak melakukan hukuman itu ketimbang
pemerintah jajahan Belanda. Orde Baru mengizinkan penyiksaan terhadap
narapidana politiknya. Sentralisasi kekuasaan ekonomi, politik,
administrasi, dan militer di tangan segelintir elit dalam pemerintahan
Suharto juga lebih besar ketimbang dalam masa pemerintahan Belanda,”
demikian Ricklefs.
Selain tiranik, Suharto juga telah menyuburkan sifat korup
di dalam elit pemerintahan. Tidak main-main, salah satu tonggak
“kegilaan” korupsinya sampai membangkrutkan salah satu firma konstruksi
dan konsultan paling terhormat dan terbesar di AS, yakni Stone and
Webster Engineering Company (SWEC). Salah seorang anggota keluarga
Suharto meminta suap dengan terang-terangan kepada SWEC sebesar 150 juta
dollar AS. Kasus ini ditulis oleh Steve Bailey di dalam Boston Globe
edisi 15 Maret 2006 berjudul “The Bribe Memo dan Collapse of Stone and
Webster” (hal.E1).
Kasus-kasus korup di era Orde Baru, dan kolusinya dengan
dunia usaha, secara apik dipaparkan Yoshihara Kunio dalam “Kapitalisme
Semu Asia Tenggara” (LP3ES, 1990). Jika dianalogikan, Indonesia di era
kekuasaan Orde Baru merupakan sebuah peti harta karun, yang dikuasai
sepenuhnya oleh elit global (Washington), dan hanya sebagian kecil dari
isi harta karun itu yang dibagikan kepada para penjaganya sebagai upah,
yakni Suharto dan kelompoknya. Sedangkan pemilik aslinya yakni rakyat
Indonesia, hanya disuruh menjadi penonton pameran kekayaan dan ‘kemajuan
pembangunan’ yang terjadi di sekitarnya. Inilah Indonesia di era Orde
Baru.
Bila kita melihat apa yang terjadi di belakang kudeta
terhadap Presiden Soekarno, naiknya Jenderal Suharto, dan apa yang
dilakukannya setelah berkuasa, maka akan terlihat sekali jika ada
tangan-tangan yang sangat berpengaruh, didukung modal yang besar,
jaringan global yang sangat kuat, yang bermain di sana.
Secara garis besar bisa dirinci sebagai berikut :
Pertama. Indonesia yang dahulu dikenal sebagai Nusantara,
namanya sudah termasyhur sejak lama sebagai suatu kawasan yang sangat
kaya raya. Nusantara sejak zaman purba sudah dikenal sebagai tanah yang
menyimpan cadangan emas permata dalam jumlah yang teramat sangat banyak.
Bukan hanya emas permata, namun belakangan juga diketahui menyimpan
minyak bumi, timah, bauksit, gas alam, dan sebagainya. Tentu saja, hal
ini membuat bangsa-bangsa lain ingin menguasai kawasan yang dianggap
sebagai “Sekeping Tanah Surga yang ada di Bumi”.
Kedua. Dalam sejarahnya, elit kerajaan Mesir Kuno sudah
mengetahui keberadaan Nusantara dan bahkan telah mengadakan kontak
dagang dengan Barus. Tidak menutup kemungkinan jika mereka juga
melakukan perdagangan emas permata. Kontak dagang ini terus berlanjut
hingga kerajaan Mesir Kuno runtuh berganti dengan kerajaan-kerajaan
lain. Di zaman Raja Sulaiman, raja yang juga Nabiyullah ini, tatkala
membangun istananya yang teramat sangat megah, memerintahkan kepala
arsiteknya bernama Abu Hiram pergi ke Nusantara untuk mengambil emas
permata yang akan digunakan untuk mempercantik istananya.
Kita mengetahui jika pada kedua tonggak kerajaan ini—Mesir
Kuno dan sisa Kerajaan paska Sulaiman—bercokol satu kekuatan gelap di
mana setan dan iblis menjadi pemimpinnya, serta sihir menjadi ilmunya.
Kita menamakannya sekarang dengan sebutan Kabbalah.
Di zaman mesir Kuno, para tukang sihir yang berada di
belakang kekuasaan para Fir’aun merupakan para pendeta tertinggi
Kabbalah. Mereka inilah yang bertarung melawan Nabi Musa a.s. Penyihir
Kabbalis merupakan salah satu tonggak dari tiga tonggak penopang
Fir’aun.
Di zaman kerajaan Nabi Sulaiman a.s., para setan dan jin
di depan Sulaiman a.s. menunjukkan sikap tunduk, namun di dalam hati
mereka selalu penuh dengan iri, dengki, dan dendam. Sudah menjadi sifat
mereka untuk selalu demikian. Abu Hiram atau Hiram Abiff merupakan
pemimpin gerakan persaudaraan rahasia Kabbalis, sekaligus kepala arsitek
Haikal Sulaiman. Orang inilah yang menjejakkan kakinya ke
Swarnadwipa—seperti yang diperintahkan Sulaiman—untuk mengambil emas
permata.
Sebab itulah, kaum Kabbalis sudah mengetahui sejak zaman
purba jika tanah Nusantara menyimpan kekayaan emas permata dalam jumlah
yang sangat berlimpah. Nusantara telah dijadikan target kaum Kabbalis
sejak lama. Dan sejarah telah memperlihatkan kepada kita jika Nusantara
sejak dulu hingga kini memang menjadi target mereka.
Sejarah Kaum Kabbalis dan Nusantara
Kitab suci Al-Qur’an dan kitab-kitab suci langit lainnya,
semuanya telah mengisahkan fragmen penciptaan manusia dan mengapa Allah
swt memerintahkan agar manusia turun dari surga ke bumi. Turunnya
manusia ke bumi diikuti oleh iblis yang mendapatkan izin dari Allah
untuk menggoda manusia dari jalan ketauhidan sampai dengan akhir zaman.
Sejarah juga telah memperlihatkan kepada kita bagaimana
kebaikan dan kejahatan bertarung sepanjang kisah dunia. Para Nabi dan
Rasul yang diutus Allah swt untuk menuntun manusia agar bisa hidup di
jalan tauhid, selalu saja mendapat tentangan dan perlawanan dari
barisannya Iblis yang sangat bernafsu agar manusia keluar dari jalan
yang lurus itu.
Tipikal barisan iblis sepanjang sejarah selalu saja
mengambil posisi berdekatan dengan lingkaran dalam kekuasaan. Iblis
selalu berada di lingkaran elit penguasa. Tidak pernah sekali pun
barisan iblis mengambil posisi di luar kekuasaan. Ini fakta dari zaman
purba hingga sekarang. Dan kebalikannya, para Nabi dan Rasul nyaris
selalu berada di sisi umat kebanyakan melawan penguasa lalim.
Dalam aksinya, kelompok iblis senantiasa menggunakan sihir
sebagai senjatanya. Dan berbagai kumpulan sihir yang ada, disatukan ke
dalam apa yang disebut sebagai Kabbalah, dengan sihir Babylonia sebagai
induknya. Sebab itulah, barisan iblis dikemudian hari juga dikenal
sebagai kaum Kabbalah.
Bagi yang ingin mengetahui sejarah mengenai asal muasal
Kaum Kabbalah dan kaitannya dengan dunia kekinian, silakan membaca
Eramuslim Digest edisi “Genesis of Zionism”. Di dalamnya, kita akan
mendapatkan gambaran yang sangat jelas tentang hal ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar