Hari-hari ini kita disibukkan dengan kasak-kusuk koalisi dan
capres ini dan itu. Namun tahukah Anda jika semua itu, sesungguhnya
sudah ditentukan jauh hari di atas meja para pimpinan imperialis dunia
di mana Rotschild dan Rockefeller menjadi anggotanya. Mau bukti?
Apa kabar Indonesia? Hari-hari ini kasak-kusuk partai politik menjelang pemilihan presiden menjadi headline
berbagai media massa di negeri ini. Ada yang menjagokan si A, ada pula
yang menjagokan si B. Semuanya beralasan jika jagoannya masing-masing
mampu membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik. Seolah-olah negeri
bernama Indonesia ini masih sebagai sehelai kertas putih yang belum
ditulisi. Seolah-olah negeri bernama Indonesia ini sekarang masih
berwujud jabang bayi yang sama sekali belum menangggung beban dan dosa.
Sayangnya, Indonesia di hari ini tidaklah seperti itu. Indonesia di
hari ini merupakan suatu negeri paling korup di dunia dengan utang luar
negeri mencapai lebih dari 3.000 triliun rupiah(!). Angka ini bertambah
setiap harinya.
Indonesia di hari ini bukan lagi negeri yang kaya raya, karena semua
kekayaan negeri ini yang sangat luar biasa telah dikuasai oleh
korporatokrasi asing, dimana para elit dunia seperti klan Rotschild dan
Rockefeller berada di belakangnya.
Indonesia di hari ini miskin. Hanya para pemimpin dan pejabatnya yang kaya raya, sedangkan rakyatnya melarat.
Indonesia di hari ini adalah seorang gadis yang dahulunya sangat
cantik rupawan, namun telah diperkosa dengan buas selama puluhan tahun
tanpa henti.
Indonesia di hari ini adalah suatu negeri paria, dimana bangsanya menjadi kuli dan orang-orang asing menjadi tuannya.
Tidak ada satu pun manusia di Indonesia yang sanggup dan mampu
mengeluarkan negeri ini dari lubang kutukan yang sangat parah seperti
ini. Tidak Jokowi, tidak Prabowo, tidak Aburizal Bakrie. Tidak siapa
pun.
Banyak kalangan yakin seyakin-yakinnya, hanya perang yang mampu
mengubah negeri ini. Entah menjadi lebih baik atau sekalian hancur
binasa.
Mengapa Indonesia yang dahulu sangat menggiurkan, bahkan dijuluki
sebagai zamrud khatulistiwa, sekeping tanah surga yang dititipkan Tuhan
di bumi, dan sebutan membanggakan lainnya, sekarang telah berubah
menjadi suatu negeri yang teramat sangat menyedihkan?
Sejarah telah mencatatnya dengan tinta suram. Di tanah ini, iblis dan
setan telah memenangkan pertempurannya melawan tentara kebajikan. Walau
mungkin untuk sementara.
Indonesia, dulu dan kini
“Indonesia adalah negara kepulauan
terbesar di dunia dengan lebih dari tujuhbelas ribu pulau yang tersebar
mulai dari Asia Tenggara hingga Australia. Tigaratus etnis di sana
menggunakan lebih dari duaratus limapuluh bahasa. Populasi Muslimnya
terbesar jika dibandingkan negara lainnya…”
Kalimat di atas bukan keluar dari seorang Indonesia atau
Indonesianis. Bukan pula hapalan anak sekolah dasar yang dicekoki
gurunya di dalam kelas. Tapi berasal dari kesaksian seorang bandit
ekonomi bernama John Perkins di dalam buku keduanya “The Secret History of The American Empire: Economic Hit Men, Jakals, and The Truth About Global Corruption” (2007) .
Jika kita mencari pandangan orang tentang Indonesia, maka ada ribuan
bahkan jutaan pendapat tentang negeri ini. Semuanya mengatakan jika
Indonesia negeri yang memiliki segalanya. Alamnya indah dan kaya raya,
iklimnya sangat bersahabat, tanahnya sangat subur, penduduknya ramah
tamah, dan berbagai keunggulan lainnya. Bahkan Arysio Santos Dos Nunes,
profesor fisika nuklir asal Brasil, setelah meneliti tentang legenda
Benua Atlantis selama hampir tigapuluh tahun menulis di dalam bukunya
jika Indonesia ribuan tahun silam adalah pusat dari benua Atlantis.
Nusantara, nama lain dari Indonesia, sejak ribuan tahun sebelum
masehi telah dikenal dunia. Dalam kitab Perjanjian Lama (Surat Raja-Raja
I, 9: 26-8 dan 10: 10-3) dikisahkan jika Raja (Nabi) Sulaiman membangun
banyak kapal di Ezion-Jeber, dekat Elot di tepi pantai Laut Kolzom, di
negeri Edom. Sulaiman mengirim sebuah ekspedisi ke Ofir bersama dengan
awak kapal Abu Hiram, kepala arsitek pembangunan Haikal Sulaiman.
Ekspedisi itu pulang dari Ofir membawa membawa 420 talenta emas (1
talenta Attica setara dengan 26 pon, talenta attica besar sama dengan
28⅟₄ pon, dan 1 talenta Mesir/Corinthian setara 43⅟₂ pon ). Emas itu
langsung diserahkan kepada Sulaiman. Bukan hanya emas, dari Ofir, Abu
Hiram—dalam literatur Kabbalah sering disebut Hiram Abif—juga membawa
banyak batu mulia dan kayu cendana. Di tahun 945 SM, Raja Sulaiman
kembali mengirim ekspedisi untuk mencari emas di Ofir.
Dimanakah Ofir? Ofir merupakan nama sebuah pegunungan yang terletak
di selatan Tapanuli dekat dengan Pasaman. Puncak pegunungannya dinamakan
Talaman dengan ketinggian sekira 2.190 m, dan puncak lainnya bernama
Nilam. Di timur Ophir terdapat Gunung Amas yang sampai sekarang dikenal
sarat dengan timbal (Pb), besi (Fe), Belerang (S), dan nikel (Ni).
Selain Ofir, tahun 2.500 Sebelum Masehi, Barus—sebuah perkampungan
kecil di pesisir barat Sumatera Tengah—juga telah dikenal hingga ke
Mesir. Kerajaan Mesir Kuno melakukan kontak dagang dengan Barus untuk
membeli Kapur Wangi (Kapur Barus) sebagai bahan dasar proses pembalseman
mumi para raja (Firaun).
Masyarakat dunia sejak ribuan tahun silam telah mengenal Sumatera
sebagai Tanah Emas. Sebab itu, pulau ini menyandang nama Swarnadwipa,
atau Pulau emas. Banyak sebutan-sebutan lain, semisal dari Yunani, Cina,
dan sebagainya yang artinya juga sebagai ‘Tanah Emas’. Itu baru dari
Sumatera, belum lagi Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali, dan
lainnya yang masing-masing menyandang nama yang hebat-hebat karena
kekayaannya. (bersambung/Rizki Ridyasmara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar